Gorengan Komar, Kuliner Rakyat Legendaris dari Ciamis


Usaha kecil di bidang kuliner tumbuh dan berguguran seiring irama waktu. Bertahan dan tumbuh dalam iklim persaingan merupakan keniscayaan untuk menopang kehidupannya. Salut dan penghargaan layak diberikan pada kiprah Gorengan Komar yang sekarang ini memasuki 37 tahun perjalanannya menyediakan alternatif kuliner khas di kota Ciamis.

Berikut ini liputan harapanrakyat.com mengenai profil usaha kecil tersebut, dibawah tajuk aslinya: 36 Tahun Pertahankan Ciri Khas Gorengan ‘Unyil’ sebagaimana terdapat di laman ini.

Berangkat dari pemikiran ingin menjual makanan yang murah dan bisa terjangkau oleh masyarakat kecil, Komar (68), warga Lingkungan Bojonghuni Kelurahan Maleber Kecamatan Ciamis, membikin ide cemerlang. Dia mencoba menjual gorengan ‘unyil’ dengan harga murah. Ya, gorengan ‘unyil’ itu terdiri dari gorengan tempe, balabala, gehu dan combro dengan ukuran serba kecil.

Memang, jika sepintas dilihat dari ukurannya, sebenarnya tidak lazim dengan ukuran gorengan pada umumnya. Karena sangat kecil. Tapi, apabila sudah dimakan, pasti siapapun akan ketagihan.

Usaha membuat gorengan ‘unyil’ ini dirintis dari tahun 1975. Berawal dari jualan keliling yang setiap malam menyisir sudut jalan Sudirman Kota Ciamis, hingga kini memiliki warung sendiri di Jalan Sudirman Olvado Ciamis, meski masih sangat sederhana. Saking sudah lama bertahan menjajakan gorengan ‘unyil’, warung gorengan ‘komar’ sudah akrab di telinga warga Ciamis kota.

Selama 36 tahun mampu mempertahankan ciri khasnya, membuat warung gorengan ‘komar’ kini tak lagi untuk masyarakat kecil saja, tetapi sudah berbagai kalangan yang singgah ke warung ini. Maka tak heran warung yang buka pada jam 8 malam ini, kerap dibanjiri pembeli, mulai dari penjalan kaki hingga yang turun dari mobil mewah. Warung gorengan komar kini sudah menjadi salah satu icon kuliner di kota Ciamis.

Usaha gorengan ‘unyil’ yang awalnya dirintis oleh Komar ini, kini sudah turun ke generasi keduanya. Ade Oman, (38), anak Komar, sekarang sebagai penurus usaha bapaknya. Menurut Ade, setelah umur Bapaknya sudah hampir menginjak 70 tahun, akhirnya usaha gorengan ‘unyil’ dia ambil alih.

“Bapak udah gak kuat lagi begadang. Karena udah tua. Jadi saya sekarang yang rutin nungguin warung,” kata Ade didampingi istrinya Iis, ketika ditemui HR, di warungnya, pekan lalu. Memang, warung ini buka dari jam 8 malam hingga tengah malam, bahkan tak jarang sampai pagi. Karenanya, si pedagang butuh kondisi tubuh dan energi ekstra, karena harus beradu dengan dinginnya angin malam.

Menurut Ade, selain menjual berbagai macam gorengan yang ukurannya serba ‘unyil’, di warung ini pun menjual aneka makanan lainnya, seperti nasi timbel, goreng ayam, piritan ayam dan pete goreng.

“Kita memadukan gorengan ‘unyil’ ini dengan menu makanan. Hal itu agar gorengan ini tidak hanya untuk cemilan saja, tetapi juga untuk makanan yang dipadukan dengan nasi timbel dan goreng ayam berikut sambalnya,” ujarnya.

Sambal di warung komar ini pun, memiliki ciri khas tersendiri. Ada dua jenis sambal yang dijajakan di warung ini, yakni sambal tomat dan sambal cabe rawit yang dikemas berbeda dengan sambal pada umumnya.

“Sambal yang kita punya, pastinya akan berbeda rasa dan resep dengan sambal lainnya. Sambal ini khusus cuma ada di sini. Kita sengaja membuat sambal dan makanan yang memiliki ciri khas, agar si pembeli selalu ingat dengan warung ini,“ katanya sembari berkelekar.

Menurut Ade, meski warungnya tampak terlihat sederhana, tetapi jika dihitung uang beromzet jutaan rupiah.

“Kalau seluruh dagangan ini terjual habis, kita bisa mendapat uang dikisaran Rp. 1,5 juta. Tetapi kalau dagangan lagi sepi, paling sedikit kita bisa mendapat sekitar Rp. 900 ribu,” katanya.

Saking sudah memiliki banyak langganan dan sudah dikenal masyarakat Ciamis, tak jarang gorengan komar ini kerap mendapat pesanan untuk acara resepsi pernikahan atau acara-acara lainnya.

“Kita sering mendapat pesanan untuk acara hajatan atau rapat. Alhamdulilah, semakin dikenal banyak orang, semakin laris pula dagangan yang kita jajakan,“ ujarnya sembari tersenyum.

Meski dagangannya selalu laris manis, tetapi bangunan warung yang saat ini ditempati masih berukuran gubuk kecil yang sangat sederhana. Pasalnya, tanah diatas bangunan warung tersebut masih berstatus milik orang lain.

“Sebenarnya kita ingin sekali membangun warung ini secara permanen dan dilakukan pelebaran biar pembeli lebih nyaman makan di sini. Tetapi bagaimana lagi, tanah ini milik orang lain. Jadinya kita gak enak kalau warung ini direhab atau diperlebar secara permanen,“ ujarnya.

Saking kecilnya ukuran bangunan warung komar, membuat pembeli harus pasesedek apabila lagi ramai-ramainya kebanjiran pembeli. Pembeli yang datangnya belakangan, terkadang harus rela berdiri karena tidak kebagian tempat duduk.

0 komentar:

Post a Comment