CIAMIS, (KP).- Dampak pemekaran Pangandaran menjadi daerah otonom baru, tiga kecamatan yakni Kecamatan Padaherang, Mangunjaya dan Kalipu­cang yang selama ini diandalkan sebagai lum­­bung padi Kabu­paten Ciamis hilang.

Mulai tahun 2014 Pemkab Ciamis menetapkan Keca­matan Lakbok, Purwadadi dan Kecamatan Banjarsari sebagai Kawasan Strategis Cepat Tum­buh (KSCT) yang difokuskan pada pengembangan kawasan lumbung padi Ciamis.

“Kawasan strategis pengembangan pangan khususnya ta­naman padi tingkat kabupaten ada di Banjarsari, Lakbok dan Purwadadi. Baik kebijakan pengembangan budidaya, peningkatan produksi hingga stra­getis pemasaran gabah,” ujar Kabid Perekonomian Bappeda Ciamis, Drs Moha­m­mad Iskan­dar , kepada KP Selasa, (26/­11/­2013).

Pertimbangan memilih Kecamatan Lakbok, Puwodadi dan Kecamatan Banjarsari sebagai KSCT Lumbung Padi Ciamis karena Kabupaten Ciamis berhasil mengembangkan konsep agropolitan di lima kecamatan di wilayah Ciamis Utara meliputi Keca­matan Sukamantri, Pan­jalu, Panumbangan, Cihaur­beuti dan Lumbung.

“Sejak 10 tahun lalu, kebijakan pertanian khususnya hortikultura di lima kecamatan ini terus digenjot. Hasilnya, Kecamatan Suka­mantri dan sekitarnya menjadi sentra sayur mayur Ciamis. Cabe dan tomat asal dipasok ke Pasar induk Caringin Bandung, Pasar Induk Cikarang Bekasi, Pasar Induk Keramat Jati dan Tanah Tinggi Jakarta. Hasil produk­sinya sebagian ditampung oleh perusahaan saus skala nasional dalam bentuk kerja sama,” ujarnya.

Kepala Bidang penelitian dan Pengembangan Bappeda Ciamis, Drs H. Tino Armyanto menambahkan, dari sepertiga luas sawah di Ciamis, potensi lahan pertanian padi ada di Banjarsari, Lakbok dan Pur­wadadi.

Namun budidaya bercocok tanam , baik tingkat produksi maupun pemasaran gabah di tiga kecamatan tersebut masih tradisional sehingga cukup lambat dalam peningkatan kesejahteraan petani.

Kelemahan lainnya, di tiga kecamatan tersebut masih ada ratusan hektare sawah tak bisa ditanami jika musim hujan, karena tergenang banjir akibat pendangkalan saluran pembuangan air Ciseel.

“Masih banyak sarana pra­sarana yang harus diperbaiki untuk mewujudkan tiga kecamatan itu sebagai lumbung padinya Ciamis,” ujarnya. E-29***

Sumber: kabar-priangan.com
Desa Winduraja adalah salah satu desa yang ada di wilayah Kecamatan Kawali, Kabupaten Ciamis. Desa ini terletak pada ketinggian 500 meter diatas permukaan laut (dpl). Luas wilayahnya terbagi ke dalam dua bagian, luas wilayah pesawahan sebesar 64 hektar dan luas daratan sebesar 240 hektar. Jumlah penduduknya sekitar 5200 jiwa dengan komposisi pria dan wanita yang tidak jauh berbeda.

Menurut cerita naskah Parahyangan, Winduraja dipilih sebagai tempat pemusaraan tiga raja, yakni Raja Sunda Rakeyan Kendang, Raja Sunda Galuh Darmaraja dan Raja Darmakusumah, yang memerintah tiga Kerajaan, Sunda, Galuh dan Galunggung.

Keunikan desa ini ada pada jumlah tugu (rumah) di tiga kampung yang tidak berubah dari tahun ke tahun sejak dahulu. Seperti kampung Sindang Balong yang terdapat makam Arganata di Dusun Sukamulya, yang mempunyai 14 Tugu atau rumah (Kepala Keluarga). Atau juga Kampung Sawah Jati, dekat makam Cinuraja, di Dusun Margajaya, yang mempunyai tujuh tugu. Serta Kampung Kiara Koneng, yang terdapat makam Dalem Dungkut–utusan Kesultanan Cirebon, di Dusun Sukajadi, yang mempunyai 18 tugu.

“Teu nambih-nambih ti baheula oge, termasuk jumlah pendudukna,” ungkap Mamat Rahmat (47), warga Dusun Sukamulya, Desa Winduraja, beberapa waktu lalu.

Mamat menuturkan, di tiga kampung tersebut, secara alami penduduknya tidak bertambah, meskipun dia juga tidak merinci jumlah penduduk di setiap kampung unik tersebut. “Kalau ada pertambahan jiwa, secara alami akan ada yang keluar dari kampung tersebut,” ujarnya. Ketua Komunitas Galuh Etnik Winduraja, Atus Gusmara, mengatakan, di tiga kampung tersebut, tidak ada aturan tertulis atau aturan tidak tertulis soal batasan tugu dan jumlah jiwanya.

“Yang jelas secara alami ada proses seleksi alam, ini keunikannya,” ungkapnya.

Atus mengungkapkan, keunikan di desanya tersebut layak dijadikan cagar budaya, seperti di Kampung Kuta atau Baduy atau juga Kampung Naga.

“Saya yakin sekali, keunikan desa ini berkorelasi dengan kesejarahan,” pungkasnya. (DK/Koran-HR)

sumber: www.harapanrakyat.com
CIAMIS, (KP).- Maestro sinden Ronggeng Gunung asal Desa Ciulu, Kecamatan Banjarsari Raspi atau lebih dikenal dengan Bi Raspi Go Internasional, tampil nyinden dalam acara Biennal Singapure 2013 di Singapure Art Musim, Kamis (24/­10/2013) mendatang.

Kepergiannya diajak oleh seniman rupa Tisna Senjaya yang berniat mengkolaborasikan seni rupa, seni tarik suara dan seni tari ke dalam seni kontemporer. Untuk seniman tari Tisna menggandeng Nanu Muda Munajat dosen STSI (Sekolah Tinggi Seni Indonesia) Ban­dung.

Ketua Bidang Seni dan Buda­ya LSM BADAR (Bank Daulat Rakyat) Pandu Radea saat ditemui Minggu (20/10­/2013) me­ngatakan, ini pertama kalinya maestro sinden Ronggeng Gunung asal Ciamis manggung di tingkat internasional. Namun Pandu menya­yang­kan, karena sampai saat ini belum ada kepedulian dari pemerintah setempat.

Hari ini Senin (21/10/2013) LSM Badar yang di ketua Johan akan beraudensi dengan Bupati. “Kami akan menjelaskan tentang kepergian Bi Raspi ke Singapura dan akan me­nanya­kan bagaimana kepedulian pemerintah dalam melestarikan budaya asli Ciamis,” kata Johan.

Sementara itu Kepala Bidang Budaya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Ciamis Agus Yani saat dihubungi melalui telepon Minggu (20/10/2013) akan membantu keberangkatan Bi Raspi ke Singapura. “Jika dilihat dari anggaran tidak ada anggaran untuk hal itu, tetapi saya akan membantu keberangkatan Bi Raspi ala­kadar­nya,” ujar Agus. E-36***

sumber: kabar-priangan.com