Karinding Nyengsol, Gairah Galuh Etnik di Pusaran Musik Modern

KARINDING alat musik khas tradisi Sunda yang berawal hanya sebagai alat pengusir hama padi sawah, kini terus bertahan berkolaborasi dengan alat musik modern. Tak gamang tampil dipanggung - panggung pertunjukan memperdengarkan harmonisasi bunyi yang bisa bikin merinding.

Dalam tradisi Sunda, alat musik karinding ini amatlah sederhana. Baik dari bahan baku dan cara membuatnya maupun cara menggunakannya. Di Pasir Mukti Tasikmalaya maupun Cikalong Kulon Cianjur, karinding biasanya dibuat dari pelepah kawung (aren). Biasanya dimainkan oleh kaum laki-laki, bentuknya amat sederhana dan pendek sehingga bisa disimpan dalam tempat rokok.

Sementara jenis karinding terus berkembang saat ini adalah karinding yang terbuat dari bambu. Yang semula berkembang di Limbangan atau Cililin. Karinding bambu biasanya dimainkan oleh kaum ibu-ibu. Sehingga tak terheranlah bila bentuk karinding dari bambu ini biasa dibuat seperti tusuk konde yang runcing dibagian ujungnya. Sehinga bisa berfungsi yakni sebagai tusuk sanggul sekaligus juga alat musik.

Namun di Kelompok Seni 'Karinding Nyengsol' Sanggar/Yayasan Galuh Etnik asal Dusun Margajaya Desa Winduraja Kawali, satu kelompok seni karinding yang ada di Tatar Galuh Ciamis. Dari empat pemain karinding hanya seorang perempuan. Selebihnya laki-laki.

"Total anggota rombongan seni dari Galuh Etnik ini 13 orang, yang main karinding empat orang. Dari 4 pemain karinding, hanya seorang perempuan. Yakni Resi Siti Saadah, anak saya yang nomor dua, kini masih duduk di kelas 1 SMP," ujar Ajus Gusmara (39), pimpinan kelompok seni 'Karinding Nyengsol' Sanggar Galuh Etnik kepada Tribun Selasa (26/3) lalu.

Di kelompok 'Karinding Nyengsol' ini, alat musik karinding tak berdiri sendiri, namun berkolaborasi dengan alat musik lainnya yang semuanya terbuat dari bambu seperti telempung renteng, telempung biasa, tartiwi (gitar kecapi awi), bastiwi (bas kecapi awi), saluang, kabasa, suling, rebab, hingga terompet. Modifikasi alat musik modern dengan bahan dasar bambu.

"Semua serba bambu. Tidak hanya alat musiknya. Tempat penyimpanan karinding pun terbuat dari tabung bambu khusus yang diukir," ujar Ajus yang mengaku mengembangkan 'Karinding Nyengsol' ini sejak tahun 2006 lalu.

Dan sekarang kelompok musik perkusi 'Karinding Nyengsol' ini diperkuat 13 orang pemain. Mulai dari Ajus Gusmara, Taufik, Karso dan Ressi Siti Saadah, semuanya pemegang karinding. Kemudian Ato Rahman (celempung), Ujang Rahmat (terompet dan suling), Esa Ganesa (tartiwi), Dadan (kabasa dan saluang), Pandu Radea (bastiwi), Mumu (rebab dan celempung), serta tiga orang vokalis mulai dari Rarah Siti Suhaibah, Azis dan Melqi. "Rarah anak sulung saya yang masih sekolah di Aliyah. Di kelompok ini dua anak saya sudah ikut bergabung, Resi dan kakaknya Rarah," ujar Ajus lagi.

Meski kental tradisi dan etnik, menurut Ajus, kelompok 'Karinding Nyengsol' yang dipimpinnya tidak tabu untuk mengkolaborasikan karinding dengan seni tradisi lainnya seperti reog, calung, maupun bobodoran. Seperti saat tampil menghibur peserta rapat koordinasi KB dan Pemberdayaan Masyarakat tingkat Kabupaten Ciamis di Aula PKK Pendopo Ciamis, Selasa (26/3) lalu. (tribun Jabar/sta)

sumber: TRIBUNNEWS.COM

0 komentar:

Post a Comment