Showing posts with label religi. Show all posts
Showing posts with label religi. Show all posts

Ingin menjadi pendongeng ulung yang mampu membagi ilmu kepada anak-anak lewat cara yang menarik dan efektif? Saatnya Anda memastikan diri mengikuti sebuah acara menarik dan bermanfaat yang akan digelar pada hari Ahad, tanggal 27 Januari 2013 jam 08.00 - 12.00 WIB di Auditorium Universitas Galuh Ciamis.

PELATIHAN MAHIR MENDONGENG, yang diselenggarakan oleh LTTQ Quba dan DMI Kabupaten Ciamis akan menghadirkan KAK BIMO, seorang berjuluk Master Dongeng Indonesia yang merupakan Peraih 2 Rekor MURI.

Anda yang berminat dapat segera mendapatkan tiket di Sekretariat di Kios Buku Masjid Agung Ciamis dengan hanya mengeluarkan biaya investasi Rp 25.000. Setiap peserta selain mendapatkan ilmu dan keterampilan mendongeng, juga akan menerima konsumsi serta sertifikat.

Masjid Agung Ciamis, Jawa Barat, terletak di jantung kota Kabupaten Ciamis. Posisinya sangat strategis di antara alun-alun kota (Taman Raflesia) Ciamis, Gedung DPRD, dan Kantor Bupati Ciamis. Masjid termegah, terbesar, dan bersejarah di Ciamis ini memegang peranan penting dalam membawa nilai-nilai dakwah dan syiar Islam bagi masyarakat setempat selama ratusan tahun.

Masjid ini mulai dibangun pada tahun 1882, saat Ciamis dipimpin oleh Bupati Galuh Rd. A. A. Koesoemahdiningrat. Namun, baru dapat diselesaikan pada tahun 1902 kala tongkat estafet kepemimpinan Ciamis dipegang oleh Bupati Galuh Rd. A. A. Koesoemah Soebrata yang tak lain adalah putra bupati sebelumnya.

Bentuk masjid yang mengacu pada bentuk khas joglo, yakni atap berbentuk kerucut dengan tiga undakan bertingkat, tersebut digawangi oleh Pangeran Radjab selaku arsitek dengan dibantu oleh ahli bangunan Alhari Joedanagara. Bentuknya menjadi ciri khas bangunan masjid pada periode ini.

Bentuk masjid yang sekarang adalah hasil lima kali perubahan yang cukup signifikan. Pada renovasi pertama yang dilakukan tahun 1902, bentuk masjid dipertahankan. Perubahan hanya dilakukan pada serambi dengan memperluas halaman.

Renovasi kedua dilaksanakan pada 1958 di masa pemerintahan Bupati Rd. Yoesoef Suriasaputra, dengan pelaksana (pemborong) H. Juwinta. Beberapa perubahan yang mencolok dilakukan pada masa ini. Atap berbentuk kerucut yang awalnya menggunakan kayu diubah menjadi berbentuk bulat berbahan seng. Di bagian depan kanan dan kiri masjid dibuat menara berbentuk bulat yang juga terbuat dari seng.

Kemudian, renovasi ketiga dilakukan tahun 1982 pada masa kepemimpinan Bupati Drs. H. Soejoed. Renovasi ini selesai pada masa pemerintahan Bupati H. Momon Gandhasasmita, S.H sekaligus sebagai renovasi keempat.

Pada masa renovasi ketiga dan keempat ini, beberapa hal berubah secara drastis. Kubah yang semula berbahan seng diganti beton dan dibuat lebih tinggi, lantai yang sebelumnya dari tembok diganti dengan keramik, di sebelah utara masjid pada bagian depannya dibangun lagi satu menara, dan ruangan depan serambi masjid yang tadinya tertutup dibuat terbuka.


Pada renovasi terakhir tahun 2002 yang diprakarsai oleh Bupati H. Oma Samita, S.H., M.Si, masjid mengalami beberapa perubahan besar lagi. Yang paling mencolok adalah pada bentuk dan bahan kubah. Kubah yang semula hanya ada satu dan berbahan beton kini mendapat tambahan empat kubah dari fiberglass dan lebih tinggi daripada sebelumnya.

Selain itu, lantai yang semula berbahan keramik telah diganti dengan granit. Untuk pelapis dinding digunakan material marmer, perubahan ini membuat suasana dalam masjid lebih sejuk.

Di sebelah timur serambi masjid dibangun dua buah menara. Di bagian bawah menara dibangun basement yang berfungsi sebagai kantor, ruang rapat, perpustakaan, toilet, serta lorong bawah tanah yang menghubungkan ruang basement dengan serambi masjid.

(CiamisManis.com/sumber: duniamasjid.com)

Santri di Pondok Pesantren Banyulana, di Kampung Nangewer, Desa Jelat, Kecamatan Baregbeg mengembangkan usaha budi daya jamur merang yang mereka sebut jamur kardus. Sejak enam bulan lalu beberapa santri terus mengembangkan usaha budi daya jamur kardus tersebut.

Lahan yang dipakai pun tidak begitu luas, namun hanya memanfaatkan ruang kosong di lingkungan pesantren. Bahkan budi daya dilakukan diatas pelapon kobong.

"Satu kali panen kita bisa menghasilkan jamur sebanyak 15 kilo gram, panen setiap tiga hari," kata Asep Suyudi santri yang mengelola budi daya jamur kardus kemarin.

Jamur hasil budi daya, Ia jual sendiri ke masyarakat sekitar pesantren dengan harga Rp 18.000/kg, juga di jual ke Pasar Ciamis dengan harga yang sama.

Pimpinan Pondok Pesantren Banyulana, Darif Haidarifan mengatakan pengembangan budi daya jamur tersebut berawal dari banyaknya kardus bekas "adrahi" santri kiriman dari orang tuanya di kampung.

Otaknya berputar bagaimana caranya memanfaatkan dus-dus bekas bagi pengembangan usaha di Pesantren.

Ide pun muncul saat Bapak dua anak itu melintas tempat pengelolaan sampah dan menemukan mesin pengolahan kompos.

"Dari situ muncul ide untuk mengembangan budi daya jamur dengan media kardus bekas. Saat dicoba Alhamdullilah berhasil dan terus kita kembangkan sampai sekarang," katanya.

Selain karudus dan sisa-sisa makanan dari adrahi, media lain yang dipakai kangkung, buncis, bonggol pisang dan arang yang diaduk menjadi satu. kemudian bibit jamur ditaburkan ke media tersebut.

Tiga hari kemudian jamur bisa dipanen, dan terus menerus selama beberapa minggu sampai jamur tidak tumbuh lagi.

"Masa istirahatnya setelah tanam satu minggu," kata Darif.

Usaha budi daya jamur sengaja dikembangkan di pesantren sebagai bekal santri setelah tidak mondok lagi di Pesantren. Selain Jamur budi daya lain juga dikembangkan di pesantren tersebut.

"Ilmu mah teu berurat mamawa, kami sadar setelah keluar pesantren tidak semua santri akan menjadi kiai, hanya 30 persen saja yang memiliki pondok pesantren selebihnya tidak," katanya.

sumber: kabar-priangan.com
Bila kita telusuri jalan menuju ke arah utara dari Kab. Ciamis, yang terletak di tepi sungai Cimuntur, di tengah pesawahan antara bukit Arpin dan bukit Sukajaya, dengan jarak tempuh sekitar 6 kilometer dari Situ Panjalu, dapat kita jumpai pondok pesantren Gegempalan yang sudah berkembang, dan seolah tidak mau ketinggalan perkembangan modernisasi.

Menurut Pengasuh Ponpes Gegempalan, Drs KH. Saepul Ujun, Senin, (2/4), mengatakan, Ponpes Gegempalan berasal dari dua kata yaitu gegem yang artinya banyak, dan palan artinya hafal-hafalan. Dengan nama tersebut santri memiliki banyak hafalan dan keunggulan berbagai ilmu pengetahuan.

Ponpes Gegempalan, lanjut Saepul, didirikan pada tahun 1927, di dusun Sukajadi Desa Maparah Kec. Panjalu. Pendirinya K.H Zaenal Abidin (Alm), sekaligus sebagai pimpinan, kemudian pada tahun 1949, kepemimpinanya diteruskan oleh KH. Zaenal Arifian, KH Diding Z Badrudin, dan pengasuh ponpesnya K.H Saepul Ujun.

Sistem pendidikan yang diterapkan di ponpes ini adalah dengan sistem klasikal, bandongan dan sorogan. Hal tersebut didasarkan pada tingkat pendidikan formal yang berada di lingkungan pesantren. Namun, pihak pesantren juga tidak membatasi santri yang merasa mampu untuk pindah ke kelas yang lebih tinggi.

Kitab yang diajarkan di ponpes tersebut, diantaranya Fikih, yang meliputi Safinah, Fathul Qorib, Sulam Annajat Fathul Mu’in, Kifayatul akhyar, Bajuri, Riyad Badiah, dan masih banyak lagi yang lainnya.

Selain Kitab Fikih, di para santir juga diajarkan kitab akhlak, Nahwu, Sharaf, Hadits, Balaghoh, Ushul Fikih, tafsir, dan bimbingan tilawatil Quran, serta belajar keterampilan berpidato demi mengasah ilmu yang telah dipelajari serta dalam pengujian mental.

Ujun menambahkan, karena kondisi yang semakin maju dan berkembang, akhirnya pada tahun 1952 ponpes gegmpalan melengkapi dengan mendirikan lembaga pendidikan formal yaitu Sekolah Masyarakat Desa (SMD).

Kemudian pada tahun 1961, pihak Ponpes juga mendirikan Madrasah Tsanawiyah (MTs). Pada tahun 1981, Madrasah Ibtidaiyah (MI), dan pada tahun 1988, mendirikan Madrasah Aliyah (MA). Bahkan sekarang ini, untuk MTs dan MA ststusnya sudah berubah menjadi Negeri.

Ponpes Gegempalan, pengakuan sebagai lembaga pendidikan yang berkualitas tidak hanya datang dari masyarakat saja, akan tetapi pemerintah pun mengakuinya. Bentuk pengakuan itu diperlihatkan dengan mengubah nama MTs dan MA menjadi sekolah Negeri di Kab. Ciamis.

"Walaupun sekarang pesantren ini kelihatannya sudah modern, akan tetapi saya tetap mengutamakan pengajaran Salafiyah. Artinya, pembelajaran kitab klasik tidak akan ditinggalkan," ujarnya.

Saat ini, jumlah santri di Ponpes Gegempalan mencapai 500 orang. 80 persen santri diantaranya berasal dari Kab. Ciamis, sementara 20 persen lainnya dari luar kabupaten. Para santri dibimbing langsung oleh pengasuh, dewan kiyai, enam orang ustadz dan tiga orang ustadzah.

Di samping itu, sarana dan prasarana yang terdapat di Ponpes ini diantaranya, dua asrama putera masing-masing dua lantai, dua asrama puteri, ruang pengajian, ruang kantor pengurus santri, kantin pesantren, lapangan olahraga, laboratorium bahasa (Audio Visual).

Kemudian untuk praktek, ada juga kandang domba dan sapi, kolam ikan, lahan pertanian berupa sawah dan sarana lain untuk menambah keterampilan para santri. Khusus di bidang pertanian, saat ini santri ponpes gegempalan tengah mengembangkan budi daya cabai, mentimun, dan tomat, yang lokasinya di daerah Cipanjalu. Sementara dalam bidang peternakannya lebih kepada ternak sapi, domba, dan ayam.

Dengan Visi "Mencetak kader-kader bangsa yang berkualitas dan berakhlakul karimah", menjadi salah satu landasan untuk ponpes mengembangkan dan memajukan pendidikan kepada penerus agama dan bangsa.

"Kita akan berusaha untuk menyiapkan para santri agar mampu menguasai ilmu agama sebagai modal dasar melakukan amaliyah kemasyarakatan dan ilmu umum untuk mewujudkan cita-cita hidup sehari-hari (ma’isyah yaumiyah)," pungkasnya.

Sumber: harapanrakyat.com dan pstgegempalan.blogspot.com

Teh Ninih sangat terkesan dengan pola pendidikan yang dijalankan di Pondok Pesantren Nurul 'Amal yang ada di Kampung Cikawung, Desa Bojongmengger, Kecamatan Cijeungjing.

Istri da'i Kondang, Abdullah Gymnastiar atau yang dikenal dengan Aa Gym tersebut berencana mengirimkan anak-anaknya untuk mondok dan menimba ilmu di Pesantren Nurul 'Amal.

Ketertarikan Teh Ninih disampaikan pada saat bersilaturahmi ke Pesantren Nurul 'Amal Sabtu (5/5) lalu. Ia dengan sungguh-sungguh akan menyekolahkan anaknya di pesantren tersebut. "Insya Allah, anak saya nanti dipesantrenkan di pesantren ini," katanya.

Teh Ninih sangat tertarik pada konsep menghapal Al-Quran yang dilakukan para santri. Semua santri dan siswa Madrasah Ibtidaiyah di pesantren tersebut diharuskan menghafal Al-Quran. Hingga usia kelas 6 santri harus hafal enam juzz.

Ia pun terkejut saat Hilmi bocah yang mondok di pesantren tersebut bertanya kepada Teh Ninih.

"Teh Ninih sudah hafal berapa Juzz?" tanyanya.

Teh Ninih tersenyum dan menjawab. "Masih dalam taraf proses dan belajar, cikaracak ninggang batu laun-laun beuki legok," ucapnya. Isyarat tersebut menjelaskan kalau terus menerus belajar lama lama bisa menghafal juzz demi juzz Al-Quran.

Wakil Pimpinan Pondok Pesantren Nurul 'Amal yang juga Kepala Sekolah Madrasah Ibtidaiyah Nurul 'Amal, Hj. Neni Heryani mengatakan konsep yang diterapkan di pesantren merupakan konsep yang juga diterapkan oleh Nabi Muhammad Saw.

"Selama 23 tahun Rosul selalu membaca Al-Quran, betapa penting arti membaca Al-Quran bagi umat Islam dan konsep itu lah yang kita terapkan di pesantren ini," katanya.

sumber: kabar-priangan.com