Kisah Asal Usul Panoongan dan Gugurnya Adipati Imbanagara

Jaman dulu kala hiduplah seorang pengrajin batik di sebuah kampung bernama Babakan Nyangked. Sang pengrajin memiliki putri cantik yang bernama Utari. Kecantikan sang putri membuat banyak lelaki jatuh hati padanya.

Para pemuda yang jatuh hati itu lalu membuat lubang pada dinding bilik rumah Utari supaya dapat mengintip pujaan hati mereka kapan saja. Tempat ngintip (dalam bahasa Sunda disebut 'noong') itu kemudian dikenal dengan nama daerah 'Panoongan'.

Kecantikan Utari tersohor di Tatar Galuh. Kabar mengenai kejelitaan parasnya bahkan sampai kepada Sultan Mataram. Saat itu Tatar Galuh adalah sebuah kadipaten dibawah kekuasaan Kerajaan Mataram. Raja Mataram lalu mengirim utusan untuk menjemput Utari ke kampungnya.

Utari kemudian diboyong ke ibukota kerajaan Mataram. Entah bagaimana perasaan sang putri kampung diboyong ke ibukota, senang atau sedih menghadapi kenyataan itu, tetapi bagaimanapun sebagai rakyat kecil, Utari dan keluarganya harus patuh pada titah raja. Menurut sumber cerita lain, konon Utari adalah salah satu dari tujuh gadis cantik yang dikirimkan Tatar Galuh sebagai upeti pada penguasa Mataram.

Nasib naas menimpa sang putri dari kampung Babakan Nyangked, ada anggota rombongan utusan Mataram ternyata menaruh hati padanya. Sang utusan yang dimabuk nafsu dunia akhirnya tak dapat menguasai dirinya, bahkan tak lagi menjaga titah rajanya. Ia kemudian menodai Utari dalam perjalanan menuju ibukota Mataram.

Utari sampai di Mataram dalam keadaan sudah tidak tampak cantik lagi, melainkan pucat dan tidak menarik. Boleh jadi kesedihan dan trauma telah menghapus kejelitaan dari paras mukanya. Ia kemudian mengakui bahwa dirinya sudah ternoda dan hal tersebut membuat Sultan Mataram murka.

Sang Raja memaksa Utari untuk mengakui siapa yang menodainya, tapi rupanya sebuah muslihat ancaman dari utusan Mataram yang jahat telah memaksanya membuat pengakuan bohong. Utari menyebut Adipati Imbanagara, penguasa Galuh, sebagai pelaku yang menodainya.

Raja Mataram murka dan memerintahkan pengiriman pasukan untuk menangkap dan membunuh Adipati Imbanagara. Sultan Mataram menganggap penodaan Utari bukan saja perbuatan tercela, tetapi penghinaan luar biasa pada kewibawaan tahta Mataram.

Adipati Imbanagara yang menjadi korban fitnah akhirnya ditangkap dan dibunuh. Tubuhnya secara sadis dipotong-potong dan menimbulkan kegemparan dan rasa marah rakyat Imbanagara. Perlawanan dilakukan rakyat untuk merebut kembali jenazah Adipati Imbanagara.

Jenazah sang adipati akhirnya dapat direbut kembali oleh pihak Imbanagara. Jasad sang pemimpin lalu dimandikan dan dikuburkan. Tempat pemandiannya kemudian disebut "Leuwi Biuk" sementara tempat penguburan potongan tubuhnya disebut "Gegembung". Tempat direbutnya bagian sikut sang adipati disebut "Sikuraja".

(ditulis kembali CiamisManis.com berdasar sumber tulisan Miftahul Falah yang merupakan bagian dari buku Sejarah Ciamis, diterbitkan tahun 2005 oleh Pemkab Ciamis dan LPPM Universitas Galuh, Ciamis. Link)

0 komentar:

Post a Comment