Perajin Tahu Tempe di Ciamis Terancam Gulung Tikar


Perajin tahu tempe di tatar Galuh Ciamis terancam gulung tikar, menyusul naiknya harga bahan baku, kedelai.

Mereka mulai dibayangi kebingungan untuk meneruskan usahanya, sebab khawatir bakal ditinggal oleh konsumen apabila menaikkan harga tahu.

"Sejak isu kenaikan harga BBM, harga kedelai terus melonjak, dari sebelumnya hanya Rp 5.500 per kilogram sekarang sudah menembus Rp 6.900. Kalau membeli dipasaran atau umum lebih tinggi lagi, selieihnya bisa sampai Rp 150 per kilogram," ungkap Iwan perajin tahu di Dusun Cibodas, Desa Cisadap, Kec./Kab. Ciamis, Rabu (16/5/12).

Saat harga kedelai naik, ia mengaku sempat terbersit untuk mengurangi ukuran tahu atau menaikkan harga, akan tetapi hal itu tidak dilaksanakan karena khawatir pelanggannya bakal berkurang.

Dia memilih tetap menjaga relasi pelanggan, dengan konsekuensi keuntungannya semakin berkurang. "Tidak mungkin mengurangi ukuran, nanti pelanggan kabur. Ya, yang penting masih tetap bisa produksi meski untungnya berkurang," tutur dia.

Setiap hari Iwan yang bersama dengan beberapa perajin tahun lain dalam satu kompleks di Dusun Cibodas mengatakan harga tahu di tempat tersebut seragam, yaitu ukuran suepr Rp 300, sedang Rp 250 dan kecil Rp 200.

Tahu produksi Cibodas, tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan Ciamis, akan tetapi juga dikirim ke Tasikmalaya dan Kota Banjar.

"Persoalannya jika harga kedelai terus naik, kami bakal bangkrut. Waktu isu harga bbm naik kedelai naik, tetapi ketika tidak ada kenaikan harga bbm, harga kedelai tetap bertahan," tuturnya.

Perajin lainnya, Nopi juga mengaku hal yang sama. Selama ini, lanjutnya perajin tahu tempe dalam posisi lemah. Perajin tidak memiliki daya tawar yang kuat untuk menekan harga bahan baku menjadi turun.

"Perajin yang yang tidak kuat bakal gulung tikar, sedangkan yang ada saja saat ini sudah mulai resah. Jika harga kedelai terus naik, bukan tidak mungkin kami juga akan tutup. Mungkin nanti kembali buka jika harga kedelai terjangkau perajin," katanya.

Hal serupa dikatakan Ewon Salawan perajin tahu di Linggamanik, Desa Panyingkiran, Kecamatan/Kabupaten Ciamis. Dia mengungkapkan sejumnlah tetangganya yang menjai perajin tahu terpaksa menghentikan sementara usahanya.

Bahkan, dia juga pesimis mampu bertahan dengan usahanya itu, apabila harga kedelai terus melambung. "Kalau terus naik, mungkin besok juga sudah tutup. Daripada rugi lebih besar, lebih baik tidak produksi," katanya.

Lain halnya dengan Sarkim yang menyisasi naiknya harga kedelai dengan memperkecil ukuran tahu. Langkah tersebut terpaksa diambil, selain agar tetap dapat bertahan, serta tidak sampai memotong upah pegawainya.

"Ukurannya terpaksa diperkecil. Dengan demikian saya masih tetap bisa membayar upah pegawai," ujarnya.

Terpisah Sekretaris Koperasi Tahu Tempe Indonesia (Kopti) Kabupaten Ciamis, Abdul Kodir Suhaya mengaku kenaikan harga kedelai sudah terjadi sejak awal bulan Maret, bersamaan dengan ramainya kenaikan harga BBM.

Sejak saat itu, tambah dia harga kedelai tersu naik, dari semula hanya Rp 5.500 per kilogram saat ini sudah menembus Rp 6.900.

"Hampir tiap hari ada kenaikkan, muai Rp 50 per kilogram - Rp 100. Harganya sangat fluktuatif. Untuk harga di eceran lebih tinggi berkisar Rp 7.000 - Rp 7.100 per kilogram," katanya.

Didampingi Gumiwa, ia mengatakan sebelum terjadi lonjakan harga, Kopti rata-rata menjual kedelai sebanyak 4 ton per hari, akan tetapi saat ini hanya tiga ton.

Penjualan tersebut masih belum mampau memenuhi permintaan sebanyak enam ton per hari. "Tidak ada yang lokal, semuanya kedelai impor asal Amerika. Kalu soal harga mengapa terus naik, mungkin itu permainan imporitir," tuturnya.

Dia mengungkapkan di seluruh Ciamis terdapat sejumlah sentra tahu, di antaranya terdapat di Desa Cisadap, Sindangrasa, Cipaku dan Kawali. Khusus untuk wilayah Cisadar terdapat sedikitnya 250 perajin.

sumber: pikiran-rakyat.com

0 komentar:

Post a Comment